Acara FGD tersebut dihadiri
oleh Direktur PT RPN, Dr. Iman Yani Harahap, Kepala Pusat Penelitian Teh dan
Kina (PPTK) Gambung, M. Akmal Agustira, Bupati Bandung yang diwakili Kepala
Dinas Pertanian Kabupaten Bandung, Ir. Hj. Ningning Hendasah, M.Si., dan pemerhati
lingkungan di Jawa Barat, Eyang Memet.
Dalam sambutannya, Direktur PT
RPN Iman Yani Harahap berharap melalui FGD ini masyarakat tidak akan melupakan
sejarah bahwa Indonesia memiliki Komoditas Kina yang harus diselamatkan agar
tidak punah dan dapat bangkit menjadi komoditas unggulan.
Saat ini, industri kina di
Indonesia menghadapi fase krusial dengan berbagai tantangan dan dinamika.
Negara ini yang dikenal sebagai produsen kina terdepan di dunia, kini berjuang
untuk mempertahankan dan meningkatkan peranannya di pasar global. Beberapa
masalah utama yang dihadapi termasuk menurunnya luas lahan dan produksi,
disebabkan oleh kondisi kebun yang kurang memadai, masa tanam yang lama, dan
perubahan fungsi lahan
Kepala PPTK Gambung, Akmal
Agustira dalam sambutannya mengatakan, upaya pengembangan ekosistem tanaman
kina merupakan hal yang harus menjadi perhatian seluruh pihak, mulai dari
pemerintah hingga masyarakat. Terlebih lagi tanaman kina sendiri memiliki nilai
ekonomis dan pasar yang sangat bagus, ujar Akmal.
Pernyataan tersebut didukung
dengan perkiraan pertumbuhan pasar kina global yang akan mencapai Compound
Annual Growth Rate (CAGR) sekitar 6% dari 2022 hingga 2030, serta meningkatnya
kesadaran kesehatan, Indonesia berpeluang memperluas pengaruhnya di sektor ini.
Strategi yang meliputi revitalisasi perkebunan, pengembangan varietas baru,
insentif untuk petani dan investor, serta dukungan kebijakan pemerintah, sangat
dibutuhkan untuk meningkatkan produksi domestik.
Pusat Penelitian Teh dan Kina
(PPTK) PT RPN telah giat melakukan riset untuk menemukan varietas kina unggul,
khususnya yang memiliki kadar Quinine sulphate (QS7) tinggi, komponen kunci
dalam industri farmasi. PPTK telah mengembangkan 19 klon kina unggul, dengan
potensi besar untuk pemuliaan dan produksi masa depan. Studi terbaru
menunjukkan bahwa luas lahan kina di Indonesia diperkirakan stabil di kisaran
500 hektar hingga tahun 2025, dengan produksi yang konsisten.
Upaya penyelamatan masa depan
kina ini juga didukung dengan menerbitkan buku yang berjudul "Kina Kita,
Kini dan Ke Depan" yang disusun oleh PPTK, bersama dengan PT Sinkona
Indonesia Lestari dan dukungan dari PT Kimia Farma serta PTPN VIII. Buku ini menjelaskan perjalanan kina di
Indonesia, menyoroti tantangan industri, dan menekankan pentingnya transformasi
berkelanjutan dan diversifikasi pemanfaatan produk kina.
Kina juga digunakan dalam
berbagai pengobatan dan industri, seperti minuman berkarbonasi, kosmetik, dan
perawatan rumah. Ekstrak dari daun Cinchona Succirubra sebagai anti-acne
menambah keanekaragaman penggunaan tanaman ini. Ini menunjukkan potensi inovasi
berkelanjutan yang dapat membuka peluang di pasar global.
Melalui kegiatan FGD ini,
Pusat Peneltiian Teh dan Kina PT RPN
mengajak seluruh stakeholder mulai dari akademisi, pelaku usaha,
investor hingga lembaga perbankan untuk bekerja sama dalam mengembangkan
tanaman kina serta membuka wawasan dan peluang baru dalam industri ini. Upaya
ini diharapkan dapat meningkatkan kapasitas dan kualitas industri kina
Indonesia dan mengukuhkan posisi negara sebagai salah satu produsen kina utama
di dunia.
Komentar
Posting Komentar